Perkuat Pengalaman Pelanggan
Aplikasi mobile menjadi piranti yang penting dalam membangun loyalitas pelanggan di era digital. Seiring dengan perubahan perilaku digital, pemasar perlu memperkuat pengalaman dan interaksi secara kontinu dengan pelanggan.
Penggunaan aplikasi sebagai perangkat pemasaran, terus berkembang pesat sampai saat ini. Hal tersebut memberikan peluang besar bagi pemasar untuk terhubung dengan konsumen melalui cara baru. Kenyamanan berbelanja dan pengalaman baru yang ditawarkan membuat konsumen tak malu-malu melakukan repeat order.
Apptentive, perusahaan konten online asal Amerika Serikat (AS) sejak tahun 2018 hingga 2020 memotret engagement di aplikasi mobile yang disediakan pada Play Store dan App Store berdasarkan beberapa kategori industri. Adapun kategori tersebut, antara lain food & drink, shopping, travel, finance, media, dan lifestyle. Data ini diambil dari 812 aplikasi iOS dan Android sebanyak lebih dari 5.000 pengguna aktif di seluruh dunia.
Survei ini mengklasifikasikan empat emosi, yakni pelanggan baru yang pertama kali mengungkapkan emosi positif setidaknya dalam dua kali berturut-turut. Kemudian, pelanggan yang mengungkapkan emosi negatif setidaknya dua kali berturut-turut. Lalu, pergeseran emosi yang turut diukur dalam penelitian ini.
Pergeseran tersebut berarti emosi pelanggan berganti dari positif ke negatif atau sebaliknya yang diungkapkan melalui aplikasi mobile. Hasilnya, untuk sentimen positif, aplikasi mobile industri finance menjadi juaranya. Tercatat, sebanyak 67% pelanggan dan pelanggan baru memberikan emosi positif. Lalu, diikuti oleh aplikasi kategori travel dengan persentase 65% dan ikuti oleh media 62%. Grafik 1.

Sementara itu, hasil berbeda terjadi pada tingkat retensi penggunaan aplikasi. Ini menunjukkan persentase pengguna yang masih menggunakan aplikasi beberapa hari setelah instalasi. Hasilnya, pada kuartal III tahun 2018 hingga kuartal IV tahun 2019, food & drink menjadi aplikasi dengan tingkat retensi tertinggi.
Tercatat, dalam lima kuartal berturut-turut tingkat retensi aplikasi food & drink sebesar 60%, 50%, 44%, 39%, dan 37%. Lalu, diikuti aplikasi shopping dengan persentase 55%, 41%, 32%, 26%, dan 21%. Peringkat ketiga aplikasi finance dengan retensi 64%, 52%, 44%, 38%, dan 32%. Grafik 2.

Melihat data tersebut, setidaknya ada tiga alasan mengapa engagement menjadi kunci dalam menciptakan loyalitas di era digital. Pertama, adanya perang untuk mendapatkan perhatian konsumen atau the battle for attention. Sebab, saat ini banyak sekali konten yang diterima konsumen setiap hari.
Bahkan, jumlah konten yang dipublikasikan di seluruh dunia bisa mencapai 2,5 quintillion bytes per hari. Padahal, tingkat attention konsumen tidak lebih dari delapan detik. Alasan kedua adalah perilaku konsumen sekarang telah bergeser. Misalnya, generasi Baby Boomer dan Gen X cenderung lebih memilih untuk memberikan perhatian pada perusahaan-perusahaan mapan. Namun, saat ini segmen yang lebih muda cenderung mencari experience terlebih dahulu.
Ketiga, adanya engagement addiction yang tercermin pada data delapan dari 10 orang Indonesia mengecek smartphone-nya dalam satu menit ketika bangun tidur. Artinya, ketika orang bangun segera mereka mengecek smartphone dan ketika sudah beraktivitas dalam keseharian mereka spend kurang lebih delapan jam 36 menit setiap harinya berselancar di internet.
Aplikasi mobile, sebenarnya memiliki lifecycle yang kerap disebut dengan app user engagement. Ini merupakan pola perilaku yang didapatkan mulai dari orang mengenal aplikasi, mengakuisisi, melakukan aktivasi, perusahaan meraih pendapatan atau penjualan melalui aplikasi tersebut, hingga memberikan rekomendasi.
Ketika ingin mendapatkan engagement marketing, pemasar harus bisa menggiring pelanggan untuk terus menerus melakukan hal tersebut secara kontinu. Dalam aplikasi mobile, biasanya selalu dijumpai tiga fitur yang paling trending. Fitur ini biasa disebut dengan SOLOMO atau social, local, dan mobile. Social artinya memungkinkan konsumen berinteraksi atau berkolaborasi dengan orang lain.
Local berarti aplikasi tersebut memiliki layanan location based feature sehingga bisa melakukan kustomisasi sesuai lokasi pelanggan saat itu. Kemudian, mobile adalah aplikasi memiliki fitur-fitur yang bisa digunakan on the go dan bisa dilakukan di mana saja.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjadi salah satu perusahaan yang baru-baru ini merevolusi aplikasi mobile menjadi lebih baik. Upaya ini dilakukan dengan revamp atau peningkatan kinerja aplikasi pemesanan tiket KA yang sebelumnya bernama KAI Access. Aplikasi ini berubah nama menjadi Access yang bakal memberikan layanan tambahan, seperti trip planner, pemesanan hotel, live tracking, dan program loyalty point.
Inovasi tersebut dilakukan perseroan dengan target menjadikan aplikasi Access sebagai Super Apps atau aplikasi yang menyediakan banyak layanan dalam satu platform. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan berbagai layanan lain, seperti pemesanan tiket commuter line, tiket kereta api bandara, LRT Jabodetabek, dan produk makanan di kereta.
Dewi Aju Damajanti, Vice President (VP) Digital Business KAI menuturkan, upaya tersebut sebagai adaptasi dari masukan-masukan para pelanggan di Play Store dan App Store, contact center 121, survei kepuasan pelanggan, serta konsultan pemasaran. Dari masukan tersebut, kemudian dikembangkan menjadi layanan aplikasi mobile yang serba ada. Tujuannya untuk memanjakan penumpang sekaligus meningkatkan loyalitas merek.
Hingga sekarang layanan Access telah diunduh sebanyak 12 juta pelanggan dengan jumlah pengguna aktif sebanyak 6,1 juta. Secara keseluruhan, penjualan tiket kereta api melalui online berkontribusi sebesar 61,77%. Selain itu, penjualan melalui mobile apps berkontribusi 27,10%, dan website 2,52%.
Dari sini, perusahaan melihat bahwa inovasi digital harus dilakukan setiap tahun menyesuaikan perubahan perilaku digital pelanggan. Sedangkan secara demografi, pengguna Access sebanyak 60% adalah laki-laki dan perempuan 40%. Jika dilihat dari segi usia maka 40,50% adalah Millennial dan 40,26% adalah Gen Z. Untuk hobi dari pengguna aplikasi KAI Access kebanyakan adalah Travelling yaitu sebesar 27%. Selain itu, 34% pengguna aplikasi KAI Access berprofesi sebagai karyawan swasta.

“Agar bisa mendapatkan engagement rate yang tinggi, hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kinerja aplikasi mobile. Dengan cara seperti ini diharapkan bisa memberikan fasilitas layanan yang lebih inovatif,” kata sosok yang karib disapa Yanti ini.
Yanti menambahkan, untuk meningkatkan loyalitas pelanggan, layanan serba ada saja tidaklah cukup. Perlu dilakukan strategi lain dengan tujuan pelanggan mau melakukan repeat order. Dalam hal ini, KAI memberikan potongan harga atau diskon melalui program Loyalty Railpoin. Perseroan memberikan benefit yaitu setiap transaksi pemesanan tiket KA jarak jauh komersial akan mendapat Railpoin.
Kendati demikian, tidak mudah dalam mengembangkan aplikasi mobile. Sebab, dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk mengembangkan aplikasi yang sesuai dengan permintaan pasar. Untuk melakukan development backend aplikasi, KAI sudah bisa melakukannya sendiri. Namun, dari sisi pengembangan frontend masih dibantu oleh mitra.
Di sisi lain, Yanti menyebut, ke depan tren aplikasi bakal terus berkembang sehingga perusahaan harus cepat beradaptasi. Salah satu pengembangan yang diperkirakan terjadi dalam waktu dekat yakni aplikasi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan machine learning. Penggunaan kedua teknologi ini telah pesat dalam aplikasi seluler untuk memberikan pengalaman yang lebih personal dan relevan kepada pengguna.
“Harapan aplikasi Access untuk ke depan, adalah peningkatan penggunaan asisten virtual yang ditenagai oleh AI. Selain itu Semakin banyaknya jenis metode pembayaran yang ada memberikan banyak pilihan kepada pelanggan. Kami berupaya menambah metode pembayaran yang ada dengan paylater,” ujarnya.
Bisnis ritel saat ini juga tak luput dari sentuhan teknologi dan aplikasi mobile. Bahkan, penggunaannya sekarang tidak hanya didominasi oleh ritel bermodal besar, namun juga pedagang eceran usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) tradisional. PT SRC Indonesia Sembilan, unit bisnis di bawah PT HM Sampoerna Tbk. melalui ekosistem SRC, menghubungkan toko kelontong dengan mitranya, yaitu pedagang grosir secara digital sehingga bisnisnya makin efisien.
Rima Tanago, Direktur Utama SRC menuturkan, saat ini anggota SRC telah mencapai lebih dari 225 ribu anggota dan lebih dari 6.100 mitra toko grosir yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sejak dimulai pada tahun 2008, SRC secara konsisten mengembangkan toko kelontong melalui pembinaan secara langsung, peningkatan kapasitas, pengembangan usaha, ekspansi pasar, dan digitalisasi melalui ekosistem digital AYO by SRC.
“Hal ini kami lakukan agar UKM Indonesia, sebagai tulang punggung pemulihan ekonomi nasional, dapat makin naik kelas dan terus meningkatkan daya saingnya di era transformasi digital,” ujarnya.
Menurutnya, SRC menjadi aplikasi mobile yang menghadirkan ekosistem digital yang terintegrasi satu sama lain sebagai bagian dari pendampingan usaha berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing UKM toko kelontong. Ekosistem ini ditujukan untuk menjadi solusi bagi semua, yakni pemilik toko kelontong, mitra grosir, hingga pelanggan toko kelontong di Indonesia.
Untuk bisa bersaing di tengah ketatnya persaingan aplikasi digital, SRC memperkuat ekosistem digital penunjang pelaku usaha dalam menjalankan usahanya, dan juga konsumen dalam berbelanja berbagai kebutuhannya. Harapannya, ekosistem digital AYO by SRC yang makin lengkap dan mudah diakses ini mampu mendorong UKM yang tersebar di seluruh Indonesia agar menjadi lebih maju.
“Kami akan merangkul dan memperluas jaringan distribusi bersama dengan partner-partner strategis SRC yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk berkolaborasi dalam penyediaan kebutuhan sehari-hari yang lebih beragam agar dapat dinikmati langsung oleh masyarakat Indonesia,” tutur Rima.
Agar bisa mendapatkan engagement rate yang tinggi, hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kinerja aplikasi mobile.
Dewi Aju Damajanti
Vice President Digital Business PT Kereta Api Indonesia (Persero)